Massa yang tergabung dalam GNPF Sumut melakukan aksi 'longmarch' menuju kantor Bawaslu Sumut, di Medan, Jumat (10/5/2019). |
Kubu pemerintah khawatir ada aksi teroris di gerakan unjuk rasa 22 Mei. Sementara kubu Prabowo khawatir ada penyusup yang menunggangi aksi itu.
Pengumuman rekapitulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei 2019 oleh KPU akan diwarnai aksi massa yang akan berkumpul di depan Gedung KPU, Jalan Imam Bonjol, Menteng, Jakarta Pusat. Aksi ini menuntut agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan pengumuman hasil penghitungan suara. Kelompok-kelompok massa akan berkumpul dan mengatasnamakan Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR).
Gerakan ini merupakan penggantian istilah 'people power' yang sebelumnya kerap digaungkan kubu Prabowo seperti Amien Rais dan Eggi Sudjana.
Namun karen polisi menganggap istilah people power sama dengan makar maka Amien mengusulkan nama baru yakni gerakan kedaulatan rakyat. Bagi kubu pemerintah GNKR yang terus didengungkan kubu Prabowo adalah ancaman.
Ini misalnya terlihat dari ucapan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang meminta agar masyarakat tidak turun mengikuti aksi ini. Menurutnya, aksi 22 Mei itu akan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu dan untuk kepentingan kelompok tersebut saja.
“Pokoknya saya mengimbau kepada masyarakat untuk tidak perlu berbondong-bondong, berkumpul pada sebuah tempat tertentu. Itu tidak menguntungkan,” ucap Moeldoko Jumat (17/5) lalu.
Polisi juga menyebut ada ancaman aksi teroris pada Rabu, 22 Mei 2019. Untuk itu masyarakat diimbau tak ikut turun ke jalan pada hari itu.
“Bahwa tanggal 22 Mei, masyarakat kami imbau tidak turun (ke jalan). Kami tidak ingin ini terjadi (serangan kerumunan massa),” ucap Kadiv Humas Irjen Pol M Iqbal di Mabes Polri pada Jumat (17/5).
Ancaman Terorisme
Hingga Sabtu 18 Mei 2019 polisi mengatakan telah menangkap 68 terduga teroris yang 29 diantaranya disebut hendak beraksi pada 22 Mei. Untuk lebih meyakinkan masyarakat soal potensi ancaman terorisme pada 22 Mei polisi juga memutarkan video berisi pengakuan seseorang yang disebut sebagai anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD).
Dalam video yang diputar di Mabes Polri itu seseorang bernama Dede Yusuf mengaku sudah menyiapkan teror 22 Mei.
"Nama saya DY alias Jundi alias Bondan. Saya memimpin beberapa ikhwan untuk melakukan amaliyah pada 22 Mei dengan menggunakan bom yang sudah saya rangkai dan menggunakan remote control," ujar dia seperti dikutip dari video yang ditayangkan saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/5/2019).
Kadiv Humas Polri Irjen Pol M Iqbal menyatakan Densus 88 mengantisipasi penyerangan mereka dengan cara menangkap. "Densus 88 tentu sudah memiliki strategi, sehingga beberapa hari lalu kami dapat melakukan upaya paksa penangkapan terhadap kelompok ini. Kami tidak ingin ini terjadi (penyerangan) di kerumunan massa,” tutur Iqbal.
Begitu pula dengan Juru bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi- Ma'ruf, Ruhut Sitompul yang meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaannya pada hari itu. Meski begitu, mantan politikus Partai Demokrat itu mengklaim tak takut dan khawatir dengan aksi 22 Mei nanti bisa berujung ricuh.
"Bukan berarti kita takut, kita harus waspada," jelas Ruhut saat ditemui usai diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (18/5/2019).
Ruhut menegaskan dirinya tak khawatir adanya aksi tersebut bisa berbuntut kerusuhan, namun tetap meminta kewaspadaan masyarakat dan tetap berhati-hati.
"Kita jangan anggap enteng, segala psy war kita harus waspada," ucap Ruhut. Ruhut percaya aparat keamanan akan menjaga dengan baik aksi massa 22 Mei nanti. Namun, ia meminta kepolisian segera menangkap para inisiator Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR) bila aksinya berujung rusuh.
Bahkan, Ruhut menyebut Amien Rais dinilai sebagai orang yang paling bertanggung jawab bila terjadi kerusuhan.
"Mereka-mereka langsung diciduk semua. Oh iya Amien [bisa juga], Amien juga bakal diperiksa kok. Permadi juga bakal diperiksa kok. Hati-hati kawan, kita semua sudah berumur," jelas Ruhut.
Khawatir Penyusup
Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Andre Rosiade meminta para pendukung Prabowo-Sandiaga untuk menjaga ketertiban dan tidak bertindak anarkis saat melalukan unjukrasa 22 Mei 2019 nanti.
"Kami imbau tetap kondusif, jangan anarkis, patuhi undang-undang dan aturan. Sehingga tidak ada ruang teman teman yang berdemonstrasi dituduh makar, oleh rezim ini," jelas Andre.
Politikus Partai Gerindra itu khawatir bila aksi ini disusupi atau ditunggangi oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab dan sengaja ingin membuat kerusuhan. Tak hanya itu, Andre khawatir bila ada kelompok yang memanfaatkan kerumunan masyarakat dalam aksi 22 Mei untuk melalukan aksi terorisme, seperti upaya pengeboman.
Andre meminta aparat kepolisian untuk memastikan bahwa tak ada orang-orang yang memanfaatkan aksi unjuk rasa ini untuk kepentingan yang lain, atau kepentingan yang berbeda dari tuntutan yang disampaikan pengunjuk rasa. Ia memastikan aksi pada 22 Mei nanti berlangsung aman, damai, dan tertib.
"Kalau memang ada yang menunggangi silakan polisi proses saja, kan ini negara hukum ya, negara terbuka, kalau memang ada teroris yang ingin menunggangi malah merusak 22 Mei orang yang demonstrasi damai tentu silakan polisi menindak, saya rasa itu haknya polisi. Kami tidak ingin mengomentari yang haknya polisi," tegas Andre.
Sumber lengkapnya di Tirto.id dengan judul "Yang Dikhawatirkan Kubu Pemerintah & Kubu Prabowo Soal Aksi 22 Mei", https://tirto.id/yang-dikhawatirkan-kubu-pemerintah-kubu-prabowo-soal-aksi-22-mei-dPwF?